Rabu, 11 Januari 2012

Desain Penelitian Fisika



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang


Pendidikan adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangan dirinya sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan dengan sikap terbuka serta pendekatan kreatif tanpa harus kehilangan identitas dirinya. Oleh karena itu setiap penggalan dari proses mengajar yang dirancang dan diselenggarakan harus mampu memberikan kontribusi yang kongkret bagi pencapaian tujuan pendidikan fisika. Perkembangan teknologi tidak akan lepas dari perkembangan dalam bidang sains khususnya fisika. Perkembangan dari bidang sains tidak mungkin terjadi bila tidak disertai dengan peningkatan mutu pendidikan fisika, sedangkan selama ini pelajaran sains dianggap sebagai pelajaran yang sulit. Hal ini dapat dilihat dari Nilai mata pelajaran fisika yang rata-rata masih rendah bila dibandingkan dengan pelajaran lainnya. Ini Menunjukkan masih rendahnya mutu pelajaran sains.
1
 
Ilmu fisika adalah ilmu yang mempelajari gejala alam yang tidak hidup serta interaksi dalam lingkup ruang dan waktu. Mempelajari ilmu fisika berupa mengamati perilaku dan sifat materi dalam bidang yang beragam hingga perilaku materi alam semesta sebagai satu kesatuan. Beberapa sifat yang dipelajari dalam fisika merupakan sifat yang ada dalam sistem materi yang ada. Misalnya perubahan wujud benda. Sifat semacam ini sering disebut sebagai hukum fisika. Fisika juga adalah salah satu ilmu dalam bidang sains merupakan salah satu pelajaran yang biasanya dipelajari melalui pendekatan secara matematis sehingga sering kali ditakuti dan cenderung tidak disukai anak-anak karena pada umumnya anak-anak yang memiliki kecerdasan logical sajalah yang menyukai fisika.
Dalam pembelajaran fisika, kemampuan pemahaman konsep merupakan konsep syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan belajar siswa. Hanya dengan penguasaan konsep fisika, seluruh permasalahan fisika dapat dipecahkan, baik permasalahn fisika yang ada dalam kehidupan sehari-hari maupun permasalahan fisika dalam bentuk soal-soal di sekolah. Dalam mata pelajaran fisika perubahan wujud benda merupakan salah satu unit fisika yang di rasakan sulit, apalagi ditambah dengan adanya rumus-rumus fisika yang membingungkan oleh siswa untuk memahaminya. Dan sering kali siswa cenderung untuk pindah jurusan, yaitu lari ke jurusan IPS. Hal ini didukung oleh hasil wawancara terhadap siswa kelas X SMA Kristen Immanuel Pontianak bahwa siswa kurang memahami materi perubahan wujud benda, berdasarkan Rencana Pengajaran (RP)  yang dibuat oleh guru ternyata siswa kurang aktif dalam proses belajar.
Belajar fisika bukan hanya sekedar tahu matematika tetapi lebih jauh anak didik diharapkan mampu memahami konsep yang terkandung didalamnya, menuliskan simbol-simbol fisis, dan memahami permasalahan serta menyelesaikannya secara sistematis.
Untuk itu diperlukan suatu upaya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran salah satunya adalah dengan memilih strategi atau cara dalam menyampaikan materi pelajaran agar diperoleh peningkatan prestasi belajar siswa khususnya pelajaran fisika. Misalnya dengan membimbing siswa untuk bersama-sama terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan mampu membantu siswa berkembang sesuai dengan taraf intelektualnya akan lebih menguatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang diajarkan. Pemahaman ini memerlukan minat dan motivasi. Tanpa adanya minat menandakan bahwa siswa tidak mempunyai motivasi untuk belajar. Untuk itu, guru harus memberikan suntikan dalam bentuk motivasi sehingga dengan bantuan itu anak didik dapat keluar dari kesulitan belajar.
Berdasarkan pengalaman penulis di lapangan, kegagalan dalam belajar rata-rata dihadapi oleh sejumlah siswa yang tidak memiliki dorongan belajar. Sementara itu kebanyakan guru dalam mengajar masih kurang memperhatikan kemampuan berpikir siswa dan metode mengajar yang digunakan kurang bervariasi. Hal inilah yang mengakibatkan pola belajar siswa cenderung menghafal, serta kemampuan berpikir dan daya analisis siswa kurang berkembang. Untuk itu dibutuhkan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dengan upaya membangkitkan motivasi belajar siswa, misalnya dengan membimbing siswa untuk terlibat langsung dalam kegiatan yang melibatkan siswa serta guru yang berperan sebagai pembimbing untuk menemukan konsep fisika.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka perlu diterapkan metode pembelajaran yang inovatif, salah satunya metode pembelajaran penemuan terbimbing. Metode pembelajaran ini mengkondisikan siswa untuk terbiasa menemukan, mencari, mendiskusikan sesuatu yang berkaitan dengan pengajaran. Dalam metode pembelajaran penemuan terbimbingn siswa lebih aktif dalam memecahkan dan menemukan sedangkan guru berperan sebagai pembimbing atau memberikan petunjuk cara memecahkan masalah itu.
Guru dapat menggunakan pendekatan secara terbimbing yang dapat digunakan dalam mengajar dengan melibatkan peserta didik secara penuh sehingga peserta didik memperoleh pengalaman dalam menuju kedewasaan, serta dapat melatih kemandirian peserta didik dalam belajar dari lingkungan kehidupannya.
Penggunaan penemuan terbimbing dalam pembelajaran akan mendorong terciptanya suasana belajar yang menyenangkan karna dapat membantu siswa menemukan ide permasalahan dalam pelajaran atau kehidupan sehari-sehari serta meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Suatu pembelajaran yang terstruktur akan membuat siswa merasa tertantang secara mental. Hal ini akan membuat siswa melanjutkan usahanya sehingga memperoleh hasil belajar yang memuaskan. Penggunaan dan pemanfaatan penemuan terbimbing dalam pembelajaran merupakan suatu pekerjaan yang tidak mudah. Banyak hal yang harus dipelajari dalam pemanfaatan dan penggunaan agar  dapat berhasil menggunakannya, disamping itu perlu latihan-latihan penggunaan penemuan terbimbing dalam pengajaran. Tentunya penggunaan penemuan terbimbing ini harus disesuaikan dengan materi pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa agar apa yang dipelajarinya dapat dipahami dan dimengerti.
Menurut Sund (dalam Teguh, 2010:4), “Penemuan adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep”. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Suatu konsep misalnya acuan, macam, ciri-ciri dan sebagainya. Dalam tehnik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri pemecahan masalah, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi. Dari pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa metode penemuan terbimbing adalah suatu metode dimana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswa untuk menemukan sendiri informasi yang telah ada dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat dengan diskusi dan mencoba sendiri memecahkan masalah.
Suherman (1993:`6) menyimpulkan bahwa, pada penemuan terbimbing guru memberikan petunjuk, arahan-arahan, pernyataan-pernyataan atau dialog sehingga sampai pada suatu kesimpulan tentang materi yang diajarkan. Bimbingan yang diberikan guru tergantung pada kemampuan siswa dan topik yang dipelajari. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode penemuan terbimbing adalah suatu metode mengajar dimana siswa diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri atau secara terbimbing siswa menemukan fakta atau relasi IPA-Fisika seperti dasar-dasar, macam, hubungan, sifat atau ciri-ciri tertentu.
Pembelajaran penemuan terbimbing membuat siswa mengerti sains dan teknologi, serta dapat memecahkan masalah, karena mereka benar-benar diberi kesempatan berperan serta di dalam kegiatan sains sesuai dengan perkembangan intelektual mereka dengan bimbingan guru. Penemuan terbimbing yang dilakukan oleh siswa dapat mengarah pada terbentuknya kemampuan untuk melakukan penemuan bebas di kemudian hari. Beberapa keuntungan Pembelajaran penemuan terbimbing yaitu siswa belajar bagaimana belajar (learn how to learn), belajar menghargai diri sendiri, memotivasi diri dan lebih mudah untuk mentransfer, memperkecil atau menghindari menghafal dan siswa bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri (Carin, 1993:56).
Melalui bimbingan guru yang secara berulang-ulang mendorong dan mengarahkan siswa untuk mencari penyelesaian terhadap masalah nyata. Pada penemuan terbimbing sebagian besar didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan berdasarkan disiplin, dan penyelidikan siswa berlangsung di bawah bimbingan guru dan terbatas pada lingkungan kelas. Berbeda dengan pembelajaran penemuan terbimbing, pembelajaran berdasarkan masalah dimulai dengan masalah kehidupan nyata yang bermakna yang memberikan kesempatan kepada siswa dalam memilih dan melakukan penyelidikan yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Selain itu, masalah juga merupakan masalah kehidupan nyata, pemecahannya memerlukan penyelidikan antara disiplin (Arends, 1997:34)
Dengan menerapkan metode pembelajaran  ini diharapkan kesulitan belajar siswa dapat diatasi sehingga meningkatkan aktivitas belajar siswa dan ketuntasan belajar siswa diatas Kreteria Ketuntasan Maksimal (KKM). Dengan metode penemuan terbimbing, diharapkan siswa aktif dan lebih kreatif dalam kegiatan belajar.
B.  Rumusan Masalah
Ada pun masalah dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang di atas adalah:
1.      Bagaimana hasil belajar siswa setelah diterapkan metode penemuan terbimbing?
2.      Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa antara penerapan metode penemuan terbimbing dan konvensional?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui adanya peningkatan hasil belajar siswa yang signifikan pada pembelajaran fisika dalam materi perubahan wujud benda melalui penerapan metode penemuan terbimbing.
Adapun sub-sub tujuan penelitian ini adalah :
1.      Untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah menerapkan metode penemuan terbimbing.
2.      Untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil belajar siswa antara penerapan metode penemuan terbimbing dan konvensional.

D.  Manfaat Penelitian
1.      Teoritis
a.       Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu referensi bagi rekan mahasiswa untuk melakukan penelitian sejenis maupun lanjutan.
b.      Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu informasi yang berguna bagi lembaga sebagai bahan yang dapat dipelajari dan dikembangkan demi kemajuan ilmu fisika.
c.       Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa di Sekolah Menengah Atas, sehingga secara tidak langsung akan membawa dampak bagi peningkatan mutu sekolah.
2.       Praktis
a.       Setelah diberikan pengajaran dengan metode penemuan terbimbing, ketrampilan dan pengetahuan siswa dapat lebih meningkat.
b.      Memberikan suatu alternatif metode pengajaran kepada guru fisika pada pengajaran materi perubahan wujud benda.










BAB II
KAJIAN TEORI

A.   Pengertian Belajar Fisika
Menurut Syah (dalam Asep Jihad  2008: 1) belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, hal ini berarti keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada keberhasilan proses belajar siswa di sekolah dan lingkungan sekitarnya. Pada dasarnya belajar merupakan tahapan perubahan perilaku siswa yang relatif positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif, dengan kata lain belajar merupakan kegiatan berproses yang terdiri dari beberapa tahap.
Selain itu belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku ptaraada diri individu. Perubahan yang terjadi karena interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungan. Individu dikatakan berhasil  dalam belajar apabila didalam dirinya terjadi perubahan tingkah laku dalam aspek pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Di definisikan belajar sebagai proses yang menyebabkan suatu organisme berubah perilaku sebagai akibat pengalaman.
Dalam belajar individu membutuhkan orang lain yang bertindak sebagai pengajar, yaitu seseorang yang menyampaikan pengetahuan atau pengalaman yang dimilikinya kepada  peserta didik. Tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan itu dapat dipahami peserta didik. Karena itu belajar dikatakan baik apabila hasil belajar peserta didik baik.
Dengan terjadinya proses belajar fisika yang baik maka dapat diharapkan hasil belajar yang baik dan subjek yang belajar juga akan memahami pelajaran fisika dengan baik pula, serta akan mudah untuk mengaplikasikannya kesituasi yang baru, yaitu dapat menyelesaikan baik difisika itu maupun ilmu lainnya atau dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa mengajar itu suatu kegiatan yang melibatkan pengajar dan peserta didik. Peserta didik diharapkan belajar karena adanya intervensi pengajar. Dengan intervensi ini diharapkan peserta didik menjadi terbiasa belajar sehingga ia mempunyai kebiasaan belajar.
Dalam hal mengajar fisika, pengajar mampu memberikan intervensi yang cocok, bila pengajar itu menguasai dengan baik apa yang diajarkan. Karena itu, merupakan syarat yang penting bahwa mengajar fisika harus mengusai bahan fisika yang diajarkan. Namun pengusaan terhadap bahan saja belumlah cukup agar peserta didik berpartisipasi intelektual dalam belajar sehingga belajar menjadi bermakna bagi peserta didik. Oleh karena itu, belajar dan mengajar dapat dikatakan sebagai suatu proses yang konprehensif yang harus diarahkan untuk kepentingan peserta didik yaitu belajar.
Dengan demikian belajar mengajar fisika adalah suatu proses perubahan tingkah laku melalui proses konprehensif dalam mempelajari fisika yang diarahkan untuk peserta didik.
B.    Metode Penemuan Terbimbing
1.     Pengertian Metode Penemuan Terbimbi ng
Metode pembelajaran Discovery (penemuan) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran Discovery (penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri.
Metode Discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorang, memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Sedangkan Bruner  menyatakan bahwa anak harus berperan aktif didalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang disebut discovery. Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip.
Discovery ialah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan. Dengan demikian pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.
Encyclopedia Education Research (Suryosubroto, 2002: 4) mendefinisikan bahwa penemuan merupakan suatu strategi yang unik dapat diberikan oleh guru dalam berbagai cara, termasuk mengajarkan keterampilan menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Menurut Sund dalam (Suryosubroto, 2002: 4) “penemuan adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep” yang dimaksud proses mental tersebut antara lain: mengamati, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Suatu konsep misalnya acuan, macam, ciri-ciri dan sebagainya. Dalam tehnik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri pemecahan masalah, guru hanya membimbing dan memberikan instuksi.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa metode penemuan terbimbing adalah suatu metode dimana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswa untuk menemukan sendiri informasi yang telah ada dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat dengan diskusi dan mencoba sendiri memecahkan masalah. Misalnya dalam materi perubahan wujud benda dimana siswa mampu untuk menemukan sifat-sifat dan benda apa saja yang termasuk kedalam perubahan wujud benda. Dengan metode penemuan terbimbing, siswa dapat belajar lebih aktif untuk menemukan pengetahuan berupa konsep, prinsip ataupun pengetahuan fisika.
Brunei ( dalam Nurzaitilaliah ,2010:34 ) menyadari bahwa penemuan murni banyak memerlukan waktu. Oleh karena itu, ia menyarankan agar penggunaan metode murni hanya diterapakn pada batas-batas tertentu yang berarti harus adanya bimbingan dan arahan terhadap apa yang ditemukan.
Dalam mengajar dengan metode penemuan terbimbing, siswa dibimbing melalui urutan-urutan pertanyaan dari suatu masalah atau sekumpulan pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk menerima, mengubah, dan mentransferkan apa yang telah dipelajarinya. Dalam pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing akan sangat efektif bila dilengkapi dengan Lembar Kerja Siswa dan diskusi kelompok.
2.      Tahapan-tahapan Pembelajaran Penemuan Terbimbing
1.      Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang diberikan guru.
2.      Mengorganisasikan siswa dalam belajar
Guru membantu siswa dalam mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas yang berkaitan dengan masalah serta menyedikan alat.
3.      Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimenuntuk mendapakan penjelasan dan pemecahan masalah.
4.      Menyajikan atau mempresentasikan hasil kegiatan
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapakn karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model yang membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
5.      Mengevaluasi kegiatan
Guru membantu siswa untuk menemukan pada penyelidikan dan proses penemuan yang digunakan.
Sumber: (Ibrahim, 2003:13)
Fase-fase kegiatan guru dalam pembelajaran penemuan terbimbing dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1
Fase-fase Kegiatan Guru dalam Pembelajaran Penemuan Terbimbing
Fase
Tingkah Laku Guru
Fase 1.
Menyampaikan tujuan dan prosedur discovery
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran serta menjelaskan aturan dalam metode pembelajaran penemuan terbimbing.
Fase 2.
Menyampaikan informasi
Guru menyampaikan suatu masalah dan menjelaskan masalah secara sederhana.
Fase 3.
Siswa memperoleh data eksperimen
Guru mengulangi pertanyaan pada siswa untuk mendapatkan informasi yang membantu proses inkuiri dan penemuan.
Fase 4.
Membuat hipotesis
Guru membantu siswa dalam membuat prediksi dan mempersiapkan penjelasan masalah.
Fase 5.
Analisis proses penemuan
Guru membimbing siswa berfikir tentang proses intelektual dan proses penemuan dan menghubungkan dengan pelajaran lain

                                                                                                            ( Arends, 2001:13 )




C.    Kelebihan Metode Penemuan Terbimbing
a)      Merupakan satu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif.
b)      Dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri maka hasil yang diperoleh akan tahan                lama dalam ingatan dan tak mudah dilupakan siswa. Sehingga mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain.
c)      Dengan metode ini, siswa belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri dan biasanya akan ditransfer dalam kehidupan bermasyarakat.
d)     Menimbulkan interaksi antar siswa dan melatih ketrampilan dasar yang dimiliki oleh siswa.
                                                                           ( Suryosubroto, 1997: 191 )
D.    Materi Perubahan Wujud Benda
1. Perubahan Wujud Benda
Kita telah mengenal benda padat, cair dan gas. Benda-benda tersebut mengalami perubahan wujud. Perubahan wujud yang dipelajari disini adalah perubahan wujud yang dapat kembali. Beberapa peristiwa perubahan wujud benda, antara lain, mencair (melebur), membeku, menguap, mengembun, dan menyublin.
P A D A T
C A I R
G A S
 





Gambar 2.1 Skema Perubahan Wujud Benda



a.       Mencair (melebur)
Mengapa es dalam sirup lama kelamaan berubah menjadi air dan mengapa mentega berubah menjadi cair saat berada di penggorengan? Itu semua karena es dan mentega berubah wujud dari padat menjadi cair karena adanya kenaikan suhu (panas). Jadi peristiwa perubahan zat padat menjadi zat cair dinamakan mencair atau melebur.
b.      Membeku
Perubahan wujud benda cair menjadi benda padat disebut membeku. Es adalah wujud air dalam bentuk padat. Air dapat membeku jika mengalami penurunan suhu yang sangat dingin. Puncak gunung yang tinggi selalu diselimuti oleh salju. Salju tersebut adalah uap air yang membeku. Dibawah ini adalah alat elektronik yang bisa mengubah air menjadi es.
c.       Menguap
Ketika air direbus dalam cerek lama-kelamaan akan habis. Itu disebabkan oleh uap air panas yang keluar dari mulut cerek tersebut berada diudara, hanya saja mata kita tidak mampu untuk melihat titik-titik uap air yang berada diudara. Peristiwa perubahan zat cair menjadi gas disebut penguapan. Penguapan terjadi jika ada kenaikan suhu yang besar. Ada empat cara untuk mempercepat terjadinya penguapan, yaitu memanaskan, memperluas permukaan, meniupkan udara diatas permukaan, dan mengurangi tekanan diatas permukaan. Jadi peristiwa perubahan zat cair menjadi gas disebut penguapan (menguap).
d.      Mengembun
Mengembun adalah peristiwa perubahan wujud gas menjadi cair. Jadi mengembun merupakan kebalikan dari menguap. Pada waktu gas mengembun, gas melepaskan kalor. Jika kita membuat minuman dingin, seperti es teh atau es jeruk, ketika diamati bagian luar gelas tempat membuat es teh atau es jeruk menjadi basah. Hal itu karena uap air dalam udara yang menyentuh gelas akan mengembun. Hal ini disebabkan suhu gelas lebih rendah daripada suhu uap air disekitar gelas. Jadi peristiwa perubahan wujud gas menjadi cair disebut mengembun.


e.       Menyublin
Menyublin adalah peristiwa perubahan zat padat menjadi gas atau sebaliknya. Untuk membedakannya bisa menggunakan istilah melenyap atau mengkristal. Melenyap adalah peristiwa perubahan wujud padat menjadi gas. Sedangkan mengkristal adalah perubahan wujud gas menjadi padat. Contoh melenyap dan mengkristal adalah kapur barus ataupun kamfer.
Dari uraian di atas perubahan wujud dapat kembali ke semula disebut mencair, membeku, menguap, mengembun, dan menyublim.
Bagan perubahan wujud tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
Padat ke cair = mencair
Padat ke gas = menyublim
Cair ke padat = membeku
Cair ke gas = menguap
Gas ke cair = mengembun
Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan-perubahan wujud benda tersebut adalah perubahan suhu. Contoh perubahan wujud yang dapat diamati sehari-hari, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


Tabel. 2.2
Contoh Perubahan Wujud Benda
Peristiwa
Perubahan Wujud
Mentega dipanaskan
Mencair
Kamper di lemari pakaian habis
Menyublim
Terjadinya kabut di daerah pegunungan
Mengembun
Pakaian basah menjadi kering
Menguap
Air di dalam freezer lemari es
Membeku
2.         Sifat Benda
Berdasarkan wujudnya, benda dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu benda padat, benda cair, dan gas.
a.       Benda Padat
Meja, almari, papan tulis, kursi, pensil, buku dan penggaris termasuk benda padat. Sifat benda padat dapat dilihat seperti pada gambar dibawah ini:
Jadi, sifat benda diatas ketika diletak dimana pun bentuknya akan tetap.

b.      Benda Cair
Air dan minyak goreng termasuk benda cair. Saat dalam botol, minyak goreng bentuknya seperti botol, dan saat dalam wajan pun bentuknya seperti wajan. Begitu juga saat kita menyiram tanaman. Air berubah bentuknya sesuai dengan wadahnya. Jadi sifat benda cair antara lain:
1.      Bentuknya tidak tetap, selalu mengikuti bentuk wadahnya.
2.      Bentuk permukaan benda cair yang tenang selalu datar.
3.      Benda cair mengalir ketempat yang lebih rendah.
4.      Benda cair menekan kesegala arah.
5.      Benda cair meresap melalui celah-celah kecil.
Di bawah ini contoh dalam penyiraman tanaman bahwa benda cair meresap melalui celah-celah kecil.
c.       Benda gas
Berbeda dengan benda padat dan cair, benda gas lebih sulit untuk diamati. Ketika kita meniup balon, balon akan membesar, itu artinya benda yang kita masukkan kedalam balon adalah udara. Udara tersebut dapat kita rasakan tetapi tidak dapat dilihat oleh mata manusia. Benda yang tidak dapat dilihat tetapi dapat dirasakan disebut benda gas. Benda gas biasanya tidak berwarna, ada yang berbau dan ada yang tidak berbau. Sifat benda gas, antara lain bentuknya tidak tetap karena selalu mengisi seluruh ruangan yang selalu ditempatinya dan menyebar kesegala arah. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar dibawah ini, seseorang yang sedang meniupkan balon.









BAB III
PROSEDUR PENELITIAN

A.  Metode dan Bentuk Penelitian

1.         Metode Penelitian
            Menurut Sugyono (2008:2), Metode Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan itu berdasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian yang dilakukan dengan cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indra manusia sehingga orang lain dapat mengamati cara-cara yang dapat digunakan. Sedangkan Sistematis artinya proses yang digunakan dalm penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Untuk membandingkan data-data yang diperoleh dari sumber yang berbeda perlakuan, yang dalam hal ini antara pembelajaran Konvensional dengan penemuan Terbimbing.
Subrata (2003:3), menyatakan bahwa Penelitian Eksperimen adalah penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki hubungan sebab akibat dengan cara mengenakan satu atau lebih kondisi perlakuan kepada satu atau lebih kelompok eksperimen. Hal ini sejalan dengan Nawawi (2005:82), metode eksperimen adalah prosedur penelitian yang dilakukan untuk mengungkapkan sebab akibat dua variabel atau lebih dengan mengendalikan pengaruh variabel yang lain.  

2.      Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian dalam penelitian ini adalah eksperimen semu karena peneliti tidak mungkin untuk mengontrol dan memanipulasikan semua variabel yang relevan, kecuali beberapa variabel tersebut. Dengan adanya kelompok lain yang disebut kelompok pembanding atau kelompok kontrol ini, akibat yang diperoleh perlakuan dapat diketahui secara pasti karena dibandingkan dengan tidak mendapat perlakuan. Sesuai dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah ingin mengungkapkan ada tidaknya perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang menggunakan Metode Penemuan Terbimbing dengan hasil belajar siswa yang menerapkan Pembelajaran Konvensional. Untuk mengetahui hasil belajar siswa, yaitu dengan membuat tes awal (Pre-Test) dan tes akhir (Post-Test). Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah The Static Group Comparison dengan bagan rancangan sebagai berikut :
Tabel . 3.1
Bagan Rancangan Penelitian
Kelas
Pre Test
Treatment
Post Test
Eksperimen
Kontrol

Keterangan :
 = Perlakuan pada kelas Eksperimen, yaitu pembelajaran penemuan terbimbing.
= Perlakuan pada kelas Kontrol, yaitu penerapan pembelajaran konvensional.
  = Pemberian pre test pada kelas Eksperimen dan kelas Kontrol.
 = Pemberian post test pada kelas Eksperimen dan kelas Kontrol.

B.  Populasi dan Sampel Penelitian
1.      Populasi Penelitian
             Menurut Sugyono ( 2009:61 ) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
             Berdasarkan batasan tersebut populasi penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Kristen Immanuel Pontianak yang terdiri atas empat kelas, yaitu kelas XA, XB, XC dan XD yang akan mempelajari pokok bahasan perubahan wujud benda. Ada pun peneliti mengambil populasi pada siswa yang belum mempelajari materi perubahan wujud benda, yaitu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Pembelajaran Metode Penemuan Terbimbing terhadap kemampuan siswa menyelesaikan soal-soal.
2.      Sampel Penelitian
             Sampel Penelitian adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002:109). Pada dasarnya sampel yang harus diambil harus dapat mewakili populasi, sehingga kesimpulan yang diperoleh dari sampel dapat dikenakan pada populasi. Berdasarkan pendapat tersebut yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X A yang berjumlah 30 orang sebagai kelompok kontrol dan siswa kelas X B yang berjumlah 28 orang sebagai kelompok eksperimen yang belum diajarkan materi perubahan wujud benda. Untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol digunakan sampel random sampling (sampel acak) dengan cara mengundi. Teknik ini dipilih karena setiap kelas memiliki rata-rata kemampuan yang sama.
C.  Teknik dan Alat Pengumpulan Data
1.    Teknik Pengumpulan Data
a.       Persiapan
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan izin dari Kepala Sekolah dan dibantu oleh guru bidang studi fisika kelas X SMA Kristen Immanuel Pontianak. Penentuan waktu pelaksanaan disesuaikan dengan program semester. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pengukuran berupa test hasil belajar.
Menurut Nawawi (2001:3), pengukuran diartikan sebagai usaha-usaha untuk mengetahui sesuatu keadaan berupa kecerdasan, kecakapan, dan nyata dalam bidang tertentu. Sedangkan menurut Arikunto (1993), pengukuran adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Jadi dari kedua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pengukuran dalam penelitian ini adalah pemberian skor terhadap soal-soal pre test dan soal post test yang dikerjakan oleh siswa.
Adapun persiapan yang dilakukan adalah :
1)   Melakukan wawancara dengan guru fisika dan siswa kelas X SMA Kristen Immanuel Pontianak.
2)   Membuat Perangkat Pembelajaran.
3)   Membuat Instrumen Penelitian.
4)   Melakukan Validasi Instrumen Penelitian.
5)   Merefisi Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian berdasarkan hasil Validasi.
6)   Melakukan uji coba soal pre tes dan post test pada siswa kelas X SMA Kristen Immanuel Pontianak.


b.      Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian ini melibatkan seluruh siswa kelas X SMA Kristen Immanuel Pontianak, guru fisika dan peneliti sendiri. Adapun pelaksanaan penelitian dijadwalkan sebagai berikut :
      Tabel. 3. 2
Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No
Kegiatan
Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen
Hari/Tanggal
Waktu
Hari/Tanggal
Waktu
1
Perlakuan I
Febr 2012
07.00 – 07.40
07.40 – 08.20
Febr 2012
08.20 – 09.10
09.20 – 10.00
2
Perlakuan II
Febr 2012
08.20 – 09.00
09.20 – 10.00
Febr 2012
07.00 – 07.40
07.40 – 08.40
3
Pemberian Pretest & Post Test
Febr 2012
07.40 – 08.40
Febr 2012
08.20 – 09.10
Adapun kegiatan pelaksanaan yang dilakukan adalah :
1)   Melakukan pengundian untuk menentukan kelas kontrol dan kelas eksperimen.
2)   Memberikan perlakuan:
a)    Pembelajaran Metode Penemuan Terbimbing pada kelas eksperimen.
b)   Penerapan Model Konvensional pada kelas kontrol.
3)   Memberikan pre test dan post test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk melihat hasil belajar siswa setelah deberikan perlakuan.
2.    Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.    Test hasil belajar
Pada penelitian ini alat pengumpulan data yang digunakan adalah test dengan bentuk essay atau uraian. Digunakan test essay karena memiliki beberapa kelebihan, seperti yang dikemukakan oleh Arikunto ( 2002:51 ), diantaranya sebagai berikut :
1)   Mudah disiapkan dan disusun.
2)   Tidak memberi banyak kesempatan kepada siswa untuk berspekulasi atau untung-untungan.
3)   Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah yang ditestkan.
Test berbentuk essay juga adalah sejenis test kemampuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata Arikunto ( 1993). Test deberikan sebelum dan sesudah pelaksanaan pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Test sebelum pembelajaran bermaksud untuk melihat kemampuan awal siswa. Sedangkan test akhir bermaksud untuk melihat pengaruh pembelajaran terhadap hasil belajar siswapada soal test yang diberikan. Setelah membuat kisi-kisi, maka barulah dilanjutkan dengan penulisan butir soal.
Dalam penyusunan soal test, penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
a)      Penyusunan Butir Soal
Penyusunan butir soal berpedoman pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan buku penunjang Fisika untuk SMA kelas X. Dalam penyusunan butir soal langkah yang ditempuh adalah menyusun kisi-kisi sebagai acuan penulisan yang memuat Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator, aspek penilaian dan nomor soal tes.
b)      Validitas
            Menurut Arikunto ( 1999:57) sebuah test disebut validitas apabila test itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Dalam penelitian ini validitas yang digunakan ada dua macam, yaitu validitas isi dan validitas kontruksi. Sebuah test dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan, dan sebuah test dikatakan memiliki validitas kontruksi apabila butir-butir soal yang membangun test tersebut mengukur setiap aspek berfikir seperti yang disebutkan dalam tujuan kontruksional khusus ( Arikunto, 1999:64 ). Untuk keperluan paliditas, peneliti meminta bantuan kepada guru Fisika dilokasi penelitian dan dosen Fisika STKIP-PGRI Pontianak yang bertindak sebagai validator guna menilai kevalitan alat tes yang akan digunakan. 
c)    Reliabilitas
            Untuk keperluan reliabilitas test, maka peneliti menguji soal pada siswa kelas X SMA Gembala Baik Pontianak. Dipilihnya sekolah ini karena memiliki kemampuan fisika yang tidak jauh berbeda dengan SMA Kristen Immanuel Pontianak.
Untuk mendapatkan indeks reliabilitasnya, maka dalam perhitungan penelitian menggunakan rumus Alpha. Alasan peneliti menggunakan rumus Alpa adalah sesuai dengan pendapat ( Arikunto, 2002:164 ) yang menyatakan rumus Alpa digunakan untuk menetukan indeks reliabilitas, misalnya angket atau soal test terebut berbentuk uraian atau essay.
 

Keterangan :
 = Reliabilitas test secara keseluruhan
    = Banyaknya butir soal
 = Jumlah varian butir soal
   = varian skor total
Dengan rumus varian yang digunakan adalah :
Keterangan :
    = Varian skor total
 = Kuadrat jumlah skor yang diperoleh siswa
   = Jumlah skor kuadrat
      = Jumlah siswa
Dengan kriteria reliabilitas yang digunakan adalah :
0,000 – 0,200 = Sangat rendah
0,200 – 0,400 = Rendah
0,400 – 0,600 = Sedang
0,600 – 0,800 = Tinggi
0,800 – 1.000 = Sangat tinggi
            Jika test belum valid dan memiliki koofisien reliabilitas yang rendah atau sangat rendah maka akan dilakukan perbaikan atau penyempurnaan test. Berdaasarkan hasil uji coba soal yang didapatkan, diperoleh keterangan bahwa tingkat reliabilitas soal yang disusun oleh peneliti tergolong tinggi dengan koofisien reliabilitas

D.  Teknik Analisis Data
Berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui sejauh mana Penerapan Pembelajaran dengan menggunakan Metode Penemuan Terbimbing dalam penyelesaian soal pada materi perubahan wujud benda, maka data yang diperoleh dari hasil tes belajar diolah sesuai dengan langkah-langkah sebagai berikut :  
1.    Untuk menjawab sub masalah 1, yaitu hasil belajar siswa sebelum dan sesudah diberikan perlakukan maka hasil Pretest dan Posttest akan diberi skor kemudian diubah kebentuk nilai. Ada pun langkah-langkah perhitungan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a.    Memberi skor hasil pretest dan posttest pada suatu rubrik penskoran dengan kriteria yang sama untuk semua butir soal.
b.    Mengubah skor tersebut dalam bentuk nilai, dengan rumus :
Nilai =  
                                                                      (Arikunto, 2002:64)
c.    Setelah diperoleh nilai dari setiap siswa, dihitung rata-rata dengan rumus :
=
Keterangan :
   = Rata-rata nilai
= Jumlah nilai
   = Jumlah siswa
                                                          Subana (dalam Nurzaitilaliah, 2010:64)
d.   Setelah rata-rata nilai diperoleh, maka disesuaikan dengan kriteria  hasil belajar
80 – 100 = Sangat baik
66 – 79 = Baik
56 – 65 = Cukup
40 – 55 = Kurang
0 – 39 = Gagal
e.    Menghitung peningkatan hasil belajar siswa yang diperoleh dariskor pretest dengan menggunakan Gain Ternomalisasi (g) sebagai berikut :
Gain Ternomalisasi (g) =
Dengan kriteria indeks gain seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 3.3
Kriteria Skor Gain Ternomalisasi
Skor Gain
Interprestasi
9 > 0,7
0,3 > 9 > 0,7
9  0,3
Tinggi
Sedang
Rendah
f.     Menguji normalitas data pretest dan posttest dengan menggunakan uji Kolmogorof – Smirnov, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1)      Mengurutkan data dari yang terkecil ke yang terbesar
No
-
-
-
-
-
-

2)      Mendistribusikan data yang telah diurutkan pada kolom
3)      Menghitung nilai Z
4)      Menentukan probabilitas komulatif nonforma ( )
Jika, Z bernilai negatif maka  = 0,5 -
Jika, Z bernilai positif maka
5)   Menentukan probabilitas komulatif nonformal ( )
   
6)   Menentukan probabilitas komulatif normal dan komulatif empiris.
7)   Menentukan angka pengguna normalitas nilai terbesar digunakan sebagai angka penguji normalitas.
8)   Menentukan nilai kuatil penguji dengan = 0,05 dengan rumus nilai tabel =
9)   Kriteria, jika :
Ø Nilai terbesar > nilai tabel maka sampel tidak berdistribusi normal
Ø Nilai terbesar  nilai tabel maka nilai berdistribusi normal.
Tri Cahyono (dalam Nurzaitilaliah, 2006:67)
g.    Karena populasi tidak berdistribusi normal, maka digunakan statistik nonparametrik. Uji yang digunakan adalah Uji Wilcoxon untuk pengujian hipotesis. Rumus Uji wicoxon yang digunakan sebagai berikut :
 
                                                                                  (Sugyono, 1984:37)
2.    Untuk menjawab masalah 2, yaitu untuk mengetahui bagaimana aktivitas siswa, maka akan dianalisis secara deklaratif hasil pengamatan selama jalannya pembelajaran melalui lembar pengamatan dengan menggunakan persentase aktivitas siswa.

Adapun perhitungan yang dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a)      Menghitung banyaknya siswa yang mengikuti setiap langkah dalam pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing.
b)      Menghitung persentase setiap indikator aktivitas pembelajaran yang dilakukan
Keterangan :
 Persentase siswa yang mengikuti setiap indikator pembelajaran
 Banyaknya siswa yang mengikuti setiap indikator pembelajaran
 Jumlah seluruh siswa yang mengikuti pembelajaran
c)      Menghitung presentase total setiap kategori dari indikator-indikator yang ada dalam rumus :
d)     Mengkriteriakan hasil presentase total setiap kategori aktivitas pembelajaran yaitu :
0,00 % - 33,3 % Kurang
33,34 % - 66,67 % Cukup
66,68 % - 100 % Baik
3.    Mengolah data yang telah diperoleh dari hasil test dengan uji statistik yang sesuai.
4.    Membuat kesimpulan.
Kenet (dalam Nurzaitilaliah, 2010:57)
Selain menggunakan lembar pengamatan, hasil pengamatan aktivitas juga didapat melalui lembar observasi akan dianalisis secara deskriptif melalui pemaparan naratif. Pembelajaran yang terdapat dalam lembar observasi dan dilakukan pengujian proposi uji Z (uji satu pihak) dengan rumus :

Keterangan :
 Banyak data yang termasuk dalam kategori
 Banyak data
 Proposi pada hipotesis
Dengan interval frrekuensi :
0 % - 33 %         : Aktivitas rendah
34 % - 67 %       : Aktivitas sedang
68 % - 100 %     :Aktivitas tinggi
                                                               (Subana dkk, 2002:128)






1 komentar:

  1. Lucky Club Live Casino website - Lucky Club Live
    Join now and get up to 10% welcome luckyclub.live bonus on your first deposit! Your bonus is valid until you place your first bet on an international site.

    BalasHapus